Seru-seruan jelajahi Malang dengan berjalan kaki
Kalau orang Betawi punya Si Pitung, maka arek Malang punya Mayor Hamid Rusdi. Pemuda asal Sumber Manjing Kulon ini ikut berjuang dalam melawan penjajah pada masa Agresi Militer Belanda di Malang. Sebagai bentuk penghargaan untuk mengenang jasa-jasanya dibangunlah sebuah monument yang terletak di Jalan Besar Ijen.
![]() |
Source : tugu jatim |
Monumen ini menjadi simbol perjuangan dan semangat pantang menyerah yang diwariskan untuk generasi muda. Awalnya, monument ini diletaknya di persimpangan Jalan Semeru dan Jalan Arjuna (depan Toko Lai Lai ). Patung yang diresmikan pada 10 November 1975 ini sempat berpindah beberapa kali sampai akhirnya diletakkan secara permanen di depan Kampus Poli Tekhnik Kesehatan Malang yang berada di Jalan Besar Ijen.
![]() |
Source : Disway malang |
Mayor Hamid Rusdi lahir di Desa Sumbermanjing Kulon, Kecaatan Pagak,Kabupaten Malang pada tahun 1911. Sejak muda Mayor Hamid Rusdi memang sudah dikenal memiliki jiwa nasionalis yang tinggi. Dikenal sebagai sosok yang disiplin, jujur, dan berjiwa kepemimpinan.
Sejak muda Mayor Hamid Rusdi telah aktif berorganisasi. Beliau aktif
dalam organisasi keagamaan Pandu Anshor yang kemudian menjadikannya staf Partai
NU. Beliau juga merupakan guru agama dan pernah bekerja di penjara besar
Lowokwaru. Hingga pada masuk ke dalam barisan Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
setelah proklamasi kemerdekaan 1945.
Saat Agresi Militer Belanda II tahun 1948–1949, pertempuran sengit pecah
di berbagai titik, termasuk di daerah Sawojajar dan sekitarnya. Pasukan Belanda
berusaha memasuki kembali wilayah Malang dan sekitarnya.
Mayor Hamid Rusdi yang termasuk dalam kelompok GKR (Gerilya Rakyat Kota)
mencetuskan ide penggunaan Bahasa Walikan yang kini digunakan sebagai bahasa gaulnya
Arek Malang. Penggunaan bahasa walikan ini sebagai sarana komunikasi antar
pejuang agar tidak dapat diketahui oleh tentara musuh.
Hal ini dilakukan karena pada masa itu banyak mata-mata yang menyusup
dalam pasukan GKR. Sehingga sangat sulit untuk membedakan mana kawan dan mana
lawan. Sehingga bahasa walikan ini sangat membantu dalam menyampaikan pesan.
![]() |
Source : tugumalang.id |
Mayor Hamid Rusdi wafat pada 8 Maret 1949 di Desa Wonokoyo, Kedungkandang,
Malang. Pada waktu itu Mayor Hamid Rusdi bertugas sebagai pemimpin pasukan
gerilya 1. Pasukan yang dipimpin Mayor Hamid Rusdi ini terlibat kontak senjata
dengan pasukan Belanda di daerah Sumbersuko, Tajinan hingga kemudian merembet
ke Desa Wonokoyo, Kedungkandang.
Ketika menginap di sebuah rumah warga, Mayor Hamid Rusdi beserta pengikutnya
dikepung oleh pasukan Belanda. Mereka kemudian membawa Mayor Hamid Rusdi
beserta pengikutnya menuju tepian sungai di Desa Wonokoyo dan mengeksekusinya
di sana dengan cara ditembak mati.
Pengikut Mayor Hamid Rusdi yang ikut dieksekusi mati adalah Letda Ismail
Effendi, Abdul Razak, dan dua penghuni rumah yang diduga adalah Moesmari dan
Joenoes. Kelima jenazah tersebut kemudian disemayamkan di Desa Wonokoyo,
sebelum akhirnya Mayor Hamid Rusdi dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Suropati
Malang.
Sebagai generasi muda, mengenal sosok Hamid Rusdi bukan
sekadar membaca sejarah, tapi juga meneladani nilai keberanian,
loyalitas, dan cinta tanah air yang beliau tanamkan. Monumen ini menjadi
pengingat bahwa kemerdekaan yang kita nikmati sekarang dibayar dengan
perjuangan dan pengorbanan tanpa pamrih.
Karena jasanya
dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda II
atau yang disebut Malang Bumi Hangus, Kota Malang secara terang-terangan
memperlihatkan penghormatannya terhadap Pahlawan Nasional satu ini. Selain mendirikan
monument, bentuk penghormatan lainnya dilakukan dalam bentuk :
Jln. Cokroaminoto II/74, Malang, Jawa Timur
Email: jelajahmalangaja@gmail.com
WhatsApp/Telpon: 0823 3528 8384
Tidak ada komentar: